MAKALAH IPS
PERISTIWA –
PERISTIWA POLITIK DAN EKONOMI
INDONESIA PASACA PENGAKUAN KEADULATAN
KELOMPOK 2
YUSNI NOVRIANTI
AFRIANI
ANDI SAIFUL
HUSMIN
FAHMI
MTS N KASIPUTE
TAHUN PELAJARAN
2013/2014
DAFTAR ISI
BAB 1 :
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
BAB
2 : PERISTIWA
– PERISTIWA POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA
PASCA PENGAKUAN KEDAULATAN
A. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES
KEMBALINYA REPUBLIK INDONESIA SEBAGAI NEGARA KESATUAN
B. KEHIDUPAN EKONOMI MASYARAKAT INDONESIA
PASCA PENGAKUAN KEDAULATAN
C. PEMILIHAN UMUM TAHUN 1955
D. DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959 DAN
DAMPAK YANG DITIMBULKAN
E.
KEHIDUPAN
POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT. Karena dengan Rahmat dan Karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat.
Tujuan
Penulisan :
1. Berbagai persoalan perekonomian pasca
pengakuan kedaulatan …………
2.
Ada
beberapa langkah yang diambil pemerintah Indonesia dalam mengatasi masalah
ekonomi pasca pengakuan kedaulatan ……….?
3.
Berbagai
dampak politik, sesuai dengan UUD 1950. Pada masa penerapan Demokrasi Liberal
dengan system cabinet parlementer …………. ?
4.
Pada
masa demokrasi terpimpin terjadi beberapa penyimpangan terhadap pancasila dan
UUD 1945 termasuk kebijakan politik luar negeri ……….. ?
5. Berbagai permasalah di bidang
perekonomian pasca pengakuan kedaulatan …….. ?
LATAR BELAKANG
Kelompok
Unitaris artinya, kelompok pendukung Negara kesatuan republic Indonesia dan
kelompok pendukung Negara Federal-Ris. Dampak dari terbentuknya Negara RIS
adalah Konstitusi yang digunakan bukan lagi UUD 1945, melainkan konstitusi RIS
tahun 1949.
Bentuk
Negara RIS bertentangan 17 Agustus 1945. Pembentukan Negara RIS tidak sesuai
dengan kehendak rakyat. Bentuk RIS pada dasarnya merupakan warisan dari
Kolonial Belanda yang tetap ingin berkuasa di Indonesia. Berbagai masalah dan
kendala Politik, Ekonomi, Sosial dan sumber daya manusia dihadapai oleh
Negara-Negara bagian RIS.
Pada
tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno membacakan program terbentuknya
NKRI. Peristiwa ini juga menandai berakhirnya bentuk RIS. Indonesia kembali
menjadi Negara kesatuan. Berbagai masalah yang dihadapai masyarakat Indonesia
dalam perekonomian pasca pengakuan kedaulatan diantaranya :
1.
Belum
terwujudnya kemerdekaan ekonomi
2.
Perkebunan
dan instalasi-instalasi industry rusak
3.
Jumlah
penduduk meningkat lebih tajam
4.
Utang
Negara meningkat dan inflasi cukup tinggi
5.
Defisit
dalam perdagangan internasional
6.
Kekurangan
tenaga ahli untuk menuju ekonomi nasional
7.
Rendahnya
penanaman modal asing (PMA) akibat konflik Irian Barat
8. Terjadinya Disenfestasi yang tajam
dalam tahun 1960-an.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PROSES KEMBALINYA REPUBLIK INDONESIA SEBAGAI NEGARA KESATUAN
Bagian penting dari Keputusan KMB adalah terbentuknya
Negara Republik Indonesia Serikat. Memang hasil KMB diterima oleh Pemerintah
Republik Indonesia, namun hanya “Setengah hati.” Hal ini terbukti dengan
munculnya perbedaan dan pertentangan antarkelompok bangsa. Dua kekuatan besar
yang saling berseberangan yaitu :
1.
Kelompok
unitaris, artinya kelompok pendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
2.
Kelompok
pendukung Negara Federal-RIS
Dampak dari terbentuknya Negara RIS adalah konstitusi
yang digunakan bukan lagi UUD 1945, melainkan Kontitusi RIS tahun 1949. Dalam
Pemerintahan RIS jabatan Presiden dipegang oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad
Hatta sebagai Perdana Menteri. Perlu diingat bahwa dalam Konstitusi RIS 1949
tidak mengenal jabatan wakil presiden.
Berdasarkan pandangan kaum nasionalis pembentukan RIS
merupakan strategi pemerintah kolonial Belanda untuk memcah belah kekuatan
bangsa Indonesia sehingga Belanda akan mudah mempertahankan kekuasan dan
pengaruhnya di Republik Indonesia. Kelompok ini sangat menentang dan menolak
ide federasi dalam bentuk Negara RIS.
Pada akhirnya kelompok unitaris semakin memperoleh
simpati. Berikut ini sejumlah factor yang mempengaruhi proses kembalinya Negara
RIS menjadi NKRI.
1.
Bentuk
Negara RIS bertentangan dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945.
2.
Pembentukan
Negara RIS tidak sesuai dengan kehendak rakyat.
3.
Bentuk
RIS pada dasarnya merupakan warisan dari colonial Belanda yang tetap ingin
berkuasa di Indonesia
4.
BErbagai
masalah dan kendala politik, ekonomi, social dan sumber daya manusia dihadap
oleh Negara-negara bagian RIS
Pada tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno
membacakan Piagam terbentuknya RIS. Peristiwa in juga mendandai berakhirnya
bentuk RIS. Indonesia kemabli menjadi Negara Kesatuan.
B. KEHIDUPAN
EKONOMI MASYARAKAT INDONESIA PASCA PENGAKUAN KEDAULATAN
Pasca Pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember
1949, permasalahan yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia di bidang ekonomi
sangatlah kompleks. Berikut ini masalah-masalah tersebut :
1. Belum terwujudnya kemerdekaan ekonomi
Kondisi perekonomian Indonesia pasca pengakuan
kedaulatan masih dikuasai oleh asing. Untuk itu para ekonom menggagas untuk
mengubah struktur ekonomi colonial menjadi ekonomi nasional. Salah satu tokoh
ekonom itu adalah Sumitro Djoyohadikusumo. Ia berpendapat bahwa bangsa
Indonesia harus selekasnya ditumbuhkan kelas pengusaha. Pengusaha yang bermodal
lemah harus selekasnya ditumbuhkan kelas pengusaha. Pengusaha yang bermodal
lemah harus diberi bantuan modal. Program ini dikenal dengan gerakan ekonomi
Program Benteng. Tujuan untuk melindungi usaha-usaha pribumi. Ternyata program
Benteng mengalami kegagalan. Banyak pengusaha yang menyalahgunakan bantuan
kredit untuk mencari keuntungan secara cepat.
2.
Perkebunan
dan instalasi-instalasi industry rusak
Akibat
penjajahan dan perjuangan fisik, banyak sarana prasarana dan instalasi industri
mengalami kerusakan. Hal ini mengakibatkan kemacetan dalam bidang industry,
kondisi ini mempengaruhi perekonomian nasional.
3.
Jumlah
penduduk meningkat cukup tajam
Pada pasca pengakuan kedaulatan, laju pertumbuhan
pendudukan meningkat. Pada tahun 1950 diperkirakan penduduk Indonesia sekitar
77,2 juta jiwa. Tahun 1955 meningkat menjadi 84,5 Juta. Laju pertumbuhan
penduduk yang cepat berakibat pada peningkatan impor makanan. Sejalan dengan
pertumbuhan penduduk kebutuhan akan lapangan kerja meningkat. Kondisi tersebut
mendorong terjadinya urbanisasi.
4.
Utang
Negara meningkat dan inflasi cukup tinggi
Setelah
pengakuan kedaulatan, ekonomi Indonesia tidak stabil. Hal itu ditandai dengan meningkatnya
utang Negara dan meningginya tingkat inflasi. Utang Indonesia meningkat karena
Ir. Surachman (selaku Menteri Keuangan saat itu) mencari pinjaman ke luar
negeri untuk mengatasi masalah keuangan Negara. Sementara itu, tingkat inflasi
Indonesia meninggi karena saat itu barang-barang yang tersedia di pasar tidak
dapat mencukupi kebutuhan masyarakat. Akibatnya, harga barang-barang kebutuhan
naik. Untuk mengurangi inflasi, pemerintah melakukan sanering pada tanggal 19
maret 1950. Sanering adalah kebijakan pemotongan uang. Uang yang bernilai Rp.
5,- ke atas berlaku setengahnya
5.
Defisit
dalam perdagangan insternasional
Perdagangan internasional Indonesia menurun. Hal ini
disebablam Indonesia belum memiliki
barang-barang ekspor selain hasil perkebunan. Padahal sarana dan produktifitas
perkebunan telah merosot akibat berbagai kerusakan.
6.
Kekurangan
tenaga ahli untuk menuju ekonomi nasional
Pada awal pengakuan kedaulatan, perusahaan-perusahaan
yang ada merupakan milik Belanda. Demikian juga tenaga ahlinya. Tenaga ahli
masih dari Belanda, sedang tenaga Indonesia hanya tenga kasar. Oleh karena itu
Mr. Iskaq Tjokroadiskusuryo melakukan kebijakan Indonesianisasi. Kebijakan ini
mendorong tumbuh dan kerkembangnya pengusaha swasta nasional. Langkahnya dengan
mewajibkan perusahaan asing memberikan latihan kepada tenaga bangsa Indonesia.
7.
Rendahnya
penanaman modal asing (PMA) akibat konflik Irian Jaya
Akibat
konflik Irian Barat kondisi politik tidak stabil. Bangsa Indonesia banyak
melakukan nasinalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Sebagai dampak
nasionalisasi, investasi asing mulai berkurang investasi asing tidak berminat
menanamkan midalnya di Indonesia.
8.
Terjadinya
disinvestasi yang tajam dalam tahun 1960-an.
Pada
tahun 1960-an terjadi disinvestasi yang cukup tajam akibat konflik Irian Barat.
Akibatnya kapasitas produksi menurun karena terjadi salah urus dalam
perusahaan.
C.
PEMILIHAN UMUM TAHUN 1955
1.
Situasi
Politik di Indonesia Sebelum Pemilu Tahun 1955
Kondisi perpolitikan di Indonesia sebelum dilaksanakan Pemilu
tahun 1955 ada dua cirri yang menonjol, yaitu munculnya banyak partai politik
(multipartai) dan sering terjadi pergantian Kabinet/Pemerintahan.
Setelah kembali ke bentuk Negara
kesatuan, system demokrasi yang dianut adalah Demokrasi Liberal Sistem pemerintahannya
adalah cabinet parlementer. Pada masa ini perkembangan partai politik diberikan
ruang yang seluas-luasnya. Dari tahun 1950-1959, terdapat tujuh cabinet yang
memerintah.
2.
Pelaksanaan
Pemilu Tahun 1955
Penyelenggaraan Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu yang pertama
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Pemilu diselenggarakan pada masa
pemerintahan Kabinet Burhanuddin Harahap. Pemilu dilaksanakan dalam bua tahap
yaitu tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR, dan tanggal 15
Desember 1955 untuk memilih anggota Badan Konstituante (Badan Pembentuk UUD).
Hasil pemilu tahun 1955 menunjukkan ada empat partai
yang memperoleh suara terbanyak yaitu PNI (57 wakil), Masyumi (57 wakil), NU
(45 wakil), dan PKI (39 wakil).
Dari segi penyelenggaraan, pemilu tahun 1955 dapat
dikatakan berjalan dengan bersih dan jujur karena suara yang diberikan
masyarakat mencerminkan aspirasi dan kehendak politik mereka. Akan tetapi,
kampanye yang relative terlalu lama (2,5 tahun) dan bebas telah mengundang
emosi politik yang amat tinggi, terutama kecintaan yang berlebihan terhadap
partai.
Pemilu tahun 1955 ternyata tidak mampu menciptakan stabilitas
politik seperti yang diharapkan. Bahkan muncul perpecahan antara pemerintahan
pusat dengan beberapa daerah. Kondisi tersebut diperparah dengan ketidakmampuan
anggota Konstituante untuk mencapai titik temu dalam menyusun UUD baru untuk
mengatasi kondisi Negara yang krtisi. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden
Soekarno mengeluarkan dekrit. Dekrit ini dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli
1959.
D. DEKRIT
PRESIDEN 5 JULI 1959 DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN
1.
Situasi
Politik Menjelang Dekrit Presiden
Sistem
Demokrasi liberal ternyata membawa akibat yang kurang menguntungkan bagi
stabilitas politik. Berbagai konflik muncul ke permukaan. Misalnya konflik idiologis,
konflik antarkelompok dan daerah, konflik kepentingan antarpartai politik. Hal
ini mendorong Presiden Soekarno untuk mengemukakan Konsepsi Presiden pada
tanggal 21 Februari 1957. Berikut ini isi Konsepsi Presiden.
a.
Penerapan
Sistem Demokrasi Parlementer secara Barat tidak cocok dengan kepribadian
Indonesia sehingga system demokrasi parlementer harus diganti dengan Demokrasi
Terpimpin.
b.
Membentuk
Kabinet Gotong Royong yang anggotanya semua partai politik
c. Segera dibentuk Dewan Nasional
2.
Sidang
Konstituante Menjelang Keluarnya Dekrit Presiden 5 juli 1959
Dari
pemilu tahun 1955 terbentuk dewan Konstituante. Badan ini bertugas menyusun UUD
yang baru. Anggota Konstituante terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok islam
dan kelompok Nasionalis, kedua kelompok tersebut sulit mencapai kata sepakat
dalam pembahasan isi UUD.
Isi
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yaitu :
a.
Pembubaran
Konstituante;
b.
Berlakunya
kembali UUD 1945, dan tidak berlakunya lagi UUD 1950;
c. Akan dibentuk MPRS dan DPAS
Presiden
Soekarno mengeluarkan Dekrit sebagai langkah untuk menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa. Keluarnya Dekrit Presiden menandai berakhirnya Demokrasi
Liberal dan dimulainya Demokrasi Terpimpin.
3.
Tindak
Lanjut Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Seteah
keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 terjadi beberapa perkembangan
Politik dan ketatanegaraan di Indonesia.
4.
Dampak
Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dekrit
Presiden ternyata memiliki beberapa dampak, yaitu :
a.
Terbentuknya
lembaga-lembaga baru yang sesuai dengan tuntutan UUD 1945, misalnya MPRS dan
DPAS
b.
Bangsa
Indonesia terhindar dari konflik yang berkepanjangan yang sangat membahayakan
persatuan dan kesatuan
c.
Kekuatan
militer semakin aktif dan memegang peranan penting dalam peraturan politik di
Indonesia
d.
Presiden
Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin
e. Memberi kemantapan kekuasaan yang
besar kepada presiden, MPR, maupun lembaga tinggi Negara lainnya.
E.
KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI
TERPIMPIN
1.
Kondisi
Politik Dalam Negeri pada Masa Demokrasi Terpimpin
Demokrasi
Terpimpin yang menggantikan system Demokrasi Liberal, berlaku tahun 1959-1965.
Pada masa Demokrasi Terpimpin kekuasaan presiden sangat besar sehingga cenderung
kearah otoriter. Akibatnya sering terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945.
Berikut ini beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang terjadi
semasa Demokrasi Terpimpin.
a.
Pembentukan
MPRS melalui Penetapan Presiden No. 2/1959
b.
Anggota
MPRS ditunjuk dan diangkat oleh presiden
c.
Presiden
membubarkan DPR hasil pemilu tahun 1955
d.
GBHN
yang bersumber pada Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul
“Penemuan Kembali Revolusi Kita” ditetapkan oleh DPA bukan oleh MPRS.
e. Pengangkatan presiden seumur hidup.
Dalam periode Demokrasi Terpimpin, Partai Komunis
Indonesia (PKI) berusaha menempatkan dirinya sebagai golongan yang Pancasilais.
Kekuatan Politik pada Demokrasi Terpimpin terpusat ditangan Presiden Soekarno
dengan TNI-AD dan PKI di sampingnya.
Ajaran
Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis) ciptaan Presiden Soekarno sangat
menguntungkan PKI. Ajaran Nasakom menempatkan PKI sebagai unsure yang sah dalam
konstelasi politik Indonesia. Dengan demikian kedudukan PKI semakin kuat PKI
semakin meningkatkan kegiatannya dengan berbagai isu yang member citra sebagai
partai paling manipolis dan pendukung Bung Karno yang paling setia.
Selama masa Demokrasi Terpimpin, PKI terus melaksanakan program-programnya
secara revolusioner. Bahkan mampu menguasai konstelasi politik. Puncak kegiatan
PKI adalah melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah pada tanggal 30
September 1965.
2.
Politik
Luar Negeri Masa Demokrasi Terpimpin
Politik
luar negeri masa Demokrasi Terpimpin lebih condong ke blok timur. Indonesia
banyak melakukan kerja sama dengan Negara-negara blok komunis, seperti Uni
Soviet, RRC, Kamboja, maupun Vietnam. Berikut ini beberapa contoh pelaksanaan
politik luar negeri masa Demokrasi Terpimpin.
a.
Oldefo
dan Nefo
Oldefo (The Old Established Forces), yaitu dunia lama yang sudah mapan
ekonominya, khususnya Negara-negara Barat yang kapitalis. Nefo (The New Emerging Forces) , yaitu
Negara-negara kapitalis (Blok oldefo) dan menjalin kerja sama dengan
Negara-negara komunis (Blok Nefo). Hal ini terlihat dengan terbentuknya Poros
Jakarta-Peking(Indonesia-Cina) dan Poros Jakarta-Pnom Phen-Hanoi-Peking-Pyongyang
(Indonesia-Kamboja_Vietnam Utara-Cina-Korea Utara).
b.
Konfrontasi
dengan Malasyia
Pada tahun 1961 muncul rencana
pembentukan Negara federasi Malasyia yang terdiri dari Persekutuan Tanah
Melayu, Singapura, Serawak, Brunai, dan Sabah.
Pada tanggal 9 Juli 1963 Perdana
Menteri Tengku Abdul Rahman menandatangani dokumen tentang pembentukan Federasi
Malasyia. Kemudian, tanggal 16 September 1963 pemerintah Malasyia
memproklamasikan berdirinya Federasi Malasyia.
Menghadapi tindakan Malasyia tersebut,
Indonesia mengambil kebijakan konfrontasi. Pada tanggal 17 September 1963
hubungan diplomatic antara dua Negara putus. Selanjutnya pada tanggal 3 Mei
1964 Presiden Soekarno mengeluarkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora), isinya :
1.
Pehebat
ketahanan revolusi Indinesia, dan
2. Bantu perjuangan revolusioner rakyat
Malasyia, Singapura, Serawak, Sabah, dan Brunai untuk memerdekakan dir dan
menggagalkan Negara boneka Malasyia
Di
tengah situasi konflik Indonesia-Malasyia, Malasyia dicalonkan sebagai anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Masalah ini mendapat reaksi keras dari Presiden
Soekarno. Namun akhirnya Malasyia tetap terpilih sebagai anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB. Terpilihnya Malasyia tersebut mendorong Indonesia keluar
dari PBB. Secara resmi Indonesia keluar dari PBB pada tanggal 7 Januari 1965.
KESIMPULAN
Ø Pasca pengakuan kedaulatan, bangsa
Indonesia mengalami permasalahan ekonomi sangat kompleks. Misalnya inflasi
tinggi, rusaknya infrastruktur, hutang Negara meningkat, deficit anggaran, rendahnya
investasi, dan lain-lain sebagainya
Ø
Langkah
yang diambil pemerintahan Indonesia dalam mengatasi masalah ekonomi pasca
pengakuan kedaulatan, antara lain kebijakan pemotongan uang, konsep ekonomi
nasional, program gerakan benteng, kebijakan Indonesianisasi, dan lain-lain
Ø
Dibidang
politik, sesuai dengan isi UUDS 1950, maka Indonesia menrapkan Demokrasi
Liberal dengan system cabinet parlementer. Akibatnya muncul banyak partai
politik. Disisi lain system pemerintahan tidak stabil karena sering terjadi pergantian
Kabinet. Beberapa Kabinet yang memerintah pada masa Demokrasi Liberal antara
lain Kabinet Natsir, Sukiman, Wilopo, Ali Sastroamijoyo I, Burhanudin Harahap,
Ali Sastroamijoyo II, dan Djuanda.
Ø
Pemilu
tahun 1955 dilaksanakan dua tahap, yaitu 29 September 1955 untuk memilih
anggota DPR dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante.
Pemilu ini ternyata tidak mampu menciptakan stabilitas politik.
Ø
Konstituante
yang diharapkan mampu menghasilkan UUD ternyata gagal, sehingga tanggal 5 Juli
1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan MPRS dan
DPAS. Keluarnya Dekrit Presiden menjadi tonggak lahirnya Demokrasi Terpimpin
Ø Pada masa Demokrasi Terpimpin terjadi
beberapa penyimpangan terhadap Pancasila, dan UUD 1945 termasuk kebijakan
politik luar negeri. Pembubaran DPR hasil pemilu, pengangkatan presiden seumur
hidup, terbentuknya poros Jakarta-Peking, konfrontasi dengan Malasyia, sampai
keluarnya Indonesia dari Keanggotaan PBB
merupakan sejumlah contoh penyimpangan tersebut.
SARAN
Ø
Demokrasi
Liberal tidak cocok diterapkan di Indonesia karena tidak sesuai dengan jiwa
Bangsa Indonesia uang termaksud dalam Pancasila
Ø
Perbedaan
pendapat dalam suatu forum merupakan hal yang wajar dalam Negara demokrasi,
namun jangan sampai hanya karena perbedaan tersebut kita menjadi terpecah
belah.
Ø
Berkaca
dari masa lalu, setiap permasalahan hendaklah diselesaikan denga jalan
musyawarah mufakat dengan asas kekeluargaan, bukan saling menjatuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
·
Sanusi
Fattah
·
Jono
Trimanto
·
Juli
Waskito
·
Mohamad
Taukit Setyawan
Buku
0 komentar:
Post a Comment